Khatya




“apapun?! Ya apapun.. melakukan apapun, akan menjadi tidak luar luar biasa, ketika engkau jatuh cinta.


Kampungan!! Adalah satu-satunya kalimat yang cocok mendeskripsikan penampilannya. Rambut panjang berantakan, dengan pengikat sebesar kepalan tangan, di padu degan kemeja kuncup dan berumbai, di tambah tampang kusut seperti bangun tidur. Tak ayal membuat Pak Bobby sang trainer meninggalkannya, begitu turun dari mobil kanvasing.

Sebenarnya aku ingin lalu begitu saja, tapi entah kenapa aku jadi iba, kemudian menghampirinya: “kamu anak baru yang tadi semobil dengan kita kan? “Ia kak.. “trus, senior yang bawa kamu kelapangan tadi mana? “Enggak tau kak, katanya tadi tunggu sebentar, tapi dari tidak enggak balik-balik, katanya dengan muka cemas dan bingung. “Umm.. ya sudah, kamu ikut aku saja, enggak apa-apa, kita masih satu group kok kataku.

Sejenak aku teringat dengan Pak Boby, seorang sales senior di kantor kami, sangat beroreintasi pada sales, tidak terlalu tertarik dengan building team, buat dia melatih orang itu hanya buang-buang tenaga, mending jualan, begitu pendapatnya. Hal yang sama juga berlaku ketika aku menjadi rekrutannya, ia acuh, enggan mengajari dan mengajak ku ngobrol, jadi aku langsung mengerti apa yang terjadi.

“Oh ia, nama ku Andreas, nama kamu siapa? kataku sambil mengulurkan tangan, “Namaku Kathya kak, panggil aja Thya.

Sejak hari itu, Kathya resmi menjadi juniorku, di bulan pertama, kemanapun aku pergi dia akan ikut, ada dua orang lagi sebenarnya, jadi sekali jalan kelapangan, kami akan jalan berempat. Setiap jalan kami akan membagi komplek perumahan yang akan kami sisir, yang sebelah kiri aku dan Thya, yang sebelah kanan, dua orang anak baru yang lebih dulu bergabung.

sebagai seorang trainer, aku tidak saja bertugas melatih mereka menguasai produk, tapi juga memastikan dan memotivasi mereka agar tetap kerasan di perusahaan ini. Benefitnya, untuk setiap sales yang lulus bulan pertama atau fase tarining, aku akan mendapat tiga ratus ribu rupiah dari perusahaan, di tambah orang baru yang lulus tersebut, akan mejadi bagian team. Dan bila kelak anggota team sudah cukup banyak, aku akan memperoleh kesempatan membuka kantor sendiri bersama team yang ada.

Sungguh iming-iming yang sangat muluk, sebuah hal yang sebenarnya sangat kusuka dari perusahaan marketing, dinamis dan cepat dalam karier. Tapi tentu saja semua tidak berjalan sesuai yang kita inginkan, intrik kantor dan sesama sales sering kali membunuh impian para pemain baru.

Minggu dan bulan berganti, Kathya si gadis kampungan pelan namun pasti bermetamorfosa, pakaiannya tidak lagi seekstrim dulu, rambut panjangnya yang dulu berantakan, kini muali terawat, dan ternyata.. “ya.. dia tergolong gadis yang cantik!! Hanya sifat tomboynya yang tidak pernah berubah. Beberapa rekan kerjaku pernah mengeluh karena tinjunya yang tajam sering kali meninggakan lebam dan kebiruan, bagi siapa saja yang berani menggodanya. Belakangan aku tau, Kathya ternyata pemegang sabuk hitam pada salah organisasi bela diri di kota asalnya.

Suatu hari, Rudy teman kostku yang dulu sangat suka mengolok-olok Kathya, meminta izin untuk mendekati Kathya. Setelah puas menertawai dan mengolok-oloknya, aku memberikan restuku. Memang bukan rahasia lagi, Kathya mengklaim kalau aku adalah kakaknya kepada semua orang di kantor. Jadi bagi yang tertarik mendekati Kathya, sering mengadakan pendekatan dulu padaku.

Tapi memang tidak segampang itu, setelah berapa kali berhasil mengajak Kathya kelapangan bersama, Rudy menyerah! begitu juga beberapa senior yang lain, Kathya bukan tipikal orang yang gampang jatuh hati. Hal ini sedikit merepotkanku memang, karena ia akan selalu mengekor kemanapun aku pergi, terkadang aku harus berusaha menemukan alasan yang tepat agar bisa menghindar darinya.

Devy

Aku lupa nama aslinya siapa, tapi nama panggilanya Devy. kehadirannya pertama kali di kantor mencuri perhatian semua para senior. “Ya Deby hari ini akan di bawa oleh…. kata Pak Maryadi, seorang trainer merangkap kepala personalia di tempat kami, berperawakan sedang dengan kaca mata tebal, yang lebih sering mengisi sesi training dengan keluhan dan curhatan yang membuat kami gerah.

Oleeeh…oleeh.. katanya memancing rasa penasaran kami, “yak.. oleh Andreas!! Aku tersenyum dan berusaha bersikap wajar, beberapa sales senior memanatapku dengan rasa iri. di kalangan kami para senior, mepunyai rekrutan cantik dan bohai adalah gengsi dan prestis tersendiri, belum lagi kesempatan memacarai si anak baru itu.
Maklumlah, selama masa pelatihan, si anak baru akan ikut seharian penuh dengan trainernya, kemanapun trainernya pergi. ini artinya akses dan peluang penuh untuk memacari si anak baru. Mungkin ini adalah salah satu sisi buruk dari sistem di pekerjaan ini. sehingga sering kali terjadi affair, antara trainer dan rekrutannya, terlepas si trainer sudah menikah, cukup banyak kasus untuk hal seperti ini. bagaimana tidak? Menghabiskan waktu seharian penuh bersama-sama? Kemungkinan untuk tumbuh rasa adalah hal yang biasa.

Devy si gadis berkulit gelap, berbody bohay dengan lesung pipit, kini setia menamani kemanapun aku pergi, jujur aku sangat bangga, apalagi di tambah intrik beberapa seales enior lain berusaha mendekatinya, baik secara langsung atau sembunyi-sembunyi. Beberapa sales senior bahkan bersabar menunggu jam kantor usai, agar bisa mendekati Devy, dari tawaran makan bersama sampai tawaran dianterin pulang.
Bukannya khawatir, aku bahkan malah semakin bangga, itu artinya aku punya prestis tersendiri, ketika seseorang yang sangat populer lebih memilihku.

Perasaan ini pulalah yang membuatku semakin memanjakan Devy. bukan berlaku laiknya seorang trainer yang mau melatihnya dengan baik, aku malah memanjakannya. Aku berusaha memenuhi semua kemauannya, bahkan aku pernah mengisikan formulir permohonan kredit milik customernya. Sesuatu yang sangat hina bagi seorang sales senior. Tapi aku melakukannya, pokoknya apaupun aku lakukan agar Devy tetap bersamaku.

Tapi semua ini membuat Devy menjadi besar kepala, ia mulai bertingkah seenaknya dan mulai sedikit kasar, tapi seperti seorang yang takut kehilangan, aku berusaha memaklumi semua tindakannya, pokoknya apapun aku lakukan agar ia tetap bersamaku.

Suatu hari, selepas makan pagi di sebuah warung, kami serombongan sales duduk santai di depan, sambil menyiapkan senjata, berupa: brosur dan update data harga, sambil ngobrol-ngobrol santai. Devy dan beberapa sales yang lainnya duduk di kursi yang agak tinggi. Sambil mengayunkan kakinya kearahku Devy berkata: “kalau kita, mau jalan kemana? aku agak hirau karena sibuk membetulkan brosur dan daftar harga, sekali lagi Devy mengayunkan kakinya kearahku dan dengan suara meninggi berkata: “kita mau jalan kemana?

Tiba-tiba Thya, yang kebetulan hari itu satu rombongan dengan kami, berteriak dengan raut muka yang sangat marah: “Heh.. kamuitu yang sopan dong!? Masak ngomong sama kakaku pake kaki?! Jangan kurang ajar kamu! Ngomong itu pake mulut bukan pakek kaki!! Bentaknya. Devy dan kami yang ada di tempat itu, tertegun dan terdiam sejenak, karena kaget melihat kemarahan Thya.

Dan aku tersadar, ia ya.. apa yang Devy lakukan sangat kurang ajar, memanggilku dengan ayunan kaki?? Hey aku adalah senior, lebih dari itu, aku adalah laki-laki! tidak adaalasan seorangpun berbicara dengan kaki padaku. Aku hanya diam, memberesakan brosur dan daftar harga, kemudian bangkit berdiri dan meninggalkan Devy dan rombongan yang lain begitu saja.

Aku sangat marah dan malu, susah rasanya menyembunyikan kemarahan ku, untuk melampiaskannya aku mempercepat langkah dan mencoba membagi-bagi brosur yang ada di tanganku, sementara Kathya berjalan pelan di belakang mengikutiku, sesudah emosiku menurun, Kathya mendatangiku, meminta maaf dan menjelaskan maksudnya:
“saya tahu kakak suka sama Devy, tapi bukan begitu caranya, saya enggak terima kakak saya di perlakukan tidak sopan, kakakkan kan punya harga diri, katanya.

Sepulangnya kita saling diam, hanya menyapa sekenanya saja, sebenarnya jauh di dalam hati aku berharap, kalau ia datang sekedar meminta maaf, atau.. tidak usah meminta maaf, cukup berbicara saja padaku. Ya aku memang temperamental, tapi semarah apapun aku, kalau sudah di ajak ngobrol maka akan luluh dengan sendirinya, kukira Devy memahami hal itu, karena sudah sebulan lebih bersamaku.

Tapi jangankan minta maaf, ajakan ngobrolpun tidak, bahkan keesokan harinya ketika orientasi daerah canvassing, ia memilih untuk bersama senior lain, ya Devy adalah gadis yang cantik dengan tingkat kepopuleran yang tinggi, ia tidak akan kekurangan teman. Apa lagi setelah mengetahui insiden siang kemaren, beberapa senior yang sudah lama antre, kini mempunyai kesempatan untuk mendekati Devy.

Hari ini senior A yang beruntung mengajaknya kelapangan, kemudian besok senior B, dan semuanya sama! melakukan apa saja demi mendapatkan perhatian Devy. Pernah suatu sore sepulang dari lapangan, seorang senior berkoar dengan besaran order yang ia berikan kepada Devy, “pokoknya order satu hari ini aja, kamu bisa langsung full target Dev.. pokoknya tenang aja, kalau jalan sama aku pasti target deh! katanya menyombongkan diri.

Tapi semua itu tidak berjalan lama, entah kenapa, seminggu kemudian Devy Resign dari kantor tanpa sepatah katapun. Padahal order yang dia dapat bulan ini lumayan, maklumlah senior yang bersamanya kelapangan, memang bukan sembarangan, punya jam terbang juga jaringan jaminan Acc karena memiliki hubungan khusus degan surveyor.
Terbesit sedikit kesedihan, biar bagaimanapun kebersamaan kami selamaini telah meninggalkan sesuatu, tapi aku tidak ambil pusing, aku lelah selama ini telah terlalu mengalah, memenuhi semua kemauannya, bahkan mengalah sampai setengah menghamba. Tapi apa yang aku dapatkan?!

Benar kata Kathya, kita boleh jatuh cinta, tapi tidak harus mati konyol, tidak harus menghambakan pride dan harga diri. Benar cinta butuh pengorbanan, tapi juga cinta butuh penghargaan, seseorang yang tidak bisa menghargai kita, mustahil benar-benar mencintai kita.

Tiga bulan kemudian, Kathya juga mengundurkan diri karena mendapat tawaran menjadi karyawan magang, di kampus tempat kakaknya mengajar. Tujuh tahun sudah berlalu, dan aku terus mengingat Kathya, mengingat ketulusannya, mengingat kepolosannya, mengingat bagaimana aku tidak saja di anggap seorang kakak, tapi juga di perlakukan sebagai seorang kakak dengan penuh rasa hormat…ya rasa HORMAT!!

Keputusan saya mengajak gadis kampungan yang lugu itu tidak sia-sia! Trimakasih adikku, Trimakasih Tya!

*sister

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer