dokter Jempol
Siang baru saja hendak beringsut sore, ketika seorang gadis
ayu tersenyum memamerkan lesung pipitnya berdiri tepat di depan counter kasir
tempatku duduk. “nanti kalau mas masih ada keluhan, atau apa, kontak-kontak aja
ya mas! Katanya, kemudian memalingkan badan dan menghilang dari hadapanku. Dan
itu adalah hari dimana kebersamaan kami nyaris setahun berakhir sudah. Dulu
dengan cara yang sama pula ia datang ketempat kerjaku. Disini, tepat disini! ketika
aku duduk dimeja kasir ini. Viona mahasiwi kedokteran gigi yang adalah
langganan setia toko buku tempatku bekerja yang memperkenalkannya.
Siang itu Setelah berbasa-basi sejenak, Viona mengungkapkan
niatan mereka untuk mengajak dua dari tiga kami yang berkerja ditoko ini untuk
menjadi sukarelawan praktek mereka. Dan walaupun aku adalah yang pertama
ditawari Viona, tapi entah kenapa aku kemudian ditangani olehnya. Sedangkan
rekan ku Jon ditangani oleh Viona. Siang itu ia tidak banyak bicara, dia cuman
tersenyum sambil sesekali menimpali Viona yang sedang berusaha meyakinkan kami.
Dan kamipun behasil diyakinkan untuk menjadi sukarelawan atau pasien tetap
mereka.
Sebenarnya buatku sendiri ini tidaklah mudah, nyaris seumur
hidupku ini adalah kali pertama berhadapan dengan doktergigi yangterkenal angker. Tapi setelah berkonsultari dengan seorang
teman yang adalah dokter gigi “beneran” aku menjadi yakin. Dokter Ria, temanku
yang sangat mencintai pekerjaannya ini memberi masukan treatment mana aja yang
sebaiknya dilakukan dan yang mana sebaiknya dipertimbangkan matang-matang. Tapi tetap ia memberi garansi bahwa tindakan
pengobatan ini aman dan bisa dipertanggungjawabkan. Begitulah aku menjadi yakin
untuk mengikuti rangkaian treatment kesehatan gigi ini. Lagi pula ini membuka kesempatanku untuk
bertemu dan melihat
#putribungsupakBambang ,sebuah peluang yang tidak mungkin aku lewatkan.
Setelah melakukan perjanjian lewat sms, aku berkunjung
kekampus dimana ia berpraktek. Setelah menunggu dilorong kampus selama beberpa
menit, ia muncul. Sembari tersenyum memerkan
lesung pipitnya, ia menyapaku, “udah lama ya mas? maaf ya jadi nunggu. “Ia,
enggak apa-apa kataku. Kemudian mengikutinya masuk. Tepat didepan pintu masuk,
terdapat ruang tunggu dan meja pendaftaran. Beberapa pasien dari berbagai usia
tampak menunggu disana, sebagian kelihatan cemas, tapi sebagian lainnya santai-santai
saja. Setelah mendapatkan formulir ia mengajak ku ke ruangan.. ruangan para
peri! Begitu aku menyebutnya.
Ruangan praktek yang terdapat dilantai satu dan tampak memanjang tersebut , disekat-sekat
dan dipenuhi calon dokter gigi yang entah bagaimana menurutku di penuhi
gadis-gadis cantik yang sibuk lalu lalang, sebagian lainya tampak fokus dengan pasien mereka masing-masing. Ruangan itu
juga dipenuhi oleh mesin-mesin praktek yang terdiri tempat tidur pasien, yang
dilengkapi dengan beberapa perlatan pendukung dan lampu besar yang bisa diatur
letaknya.
“silahkan duduk mas, katanya. sedikit kikuk aku mencoba
duduk tenang didepannya, kemudian ia membuka formulir dan melakukan wawancara
singkat. “Ini namanya daftar riwayat pasien, biasa kita isi untuk kali
pertamanya, nanti kedepannya udah enggak lagi. Tak lama ia menyuruhku berbaring,
masih sedikit kikuk aku mengikuti permintaanya. kemudian ia melakukan pemeriksaan disana-sini
untuk melengkapi arsipnya. Beres dengan arsip tersebut, ia mengajakku kesebuah
ruangan dimana daftar riwayat pasien akan diserahkan. Kalau tidaksalah ruangan
tersebut bernama ruang distribusi agaknya.
Setelah menunggu sekian lama, kami disuruh masuk. disana dua
orang dokter melakukan wawan cara singkat denganku dan dia, beres dari ruang
tersebut berlanjut keruang radiology, begitulah serangkaian awal sebeleum
treatment dilakukan. Jadi memang tidak sembarangan, treatment ini dilakukan
sangat hati-hati dan sangat profesional tentunya. Tapi hal yang paling
mendebarkan dan tidak bisa dilupakan adalah, treatment pencabutan gigi. Dan aku
bersyukur diatangani olehnya, seorang dokter yang sangat telaten rapi dan menenangkan.
Tentunya ini bukanlah hal yang berlebihan, rangkaian treatmen demi treatment
yang kulalui memberi aku kesempatan untuk melihat sekelilingku, bagaimana para
peri...maksudku, para dokter yang lain menangani pasien mereka.
Walaupun tentu saja mereka menanganinya dengan baik tapi
tetap saja tidak ada yang setelatennya. Jadi siang itu setelah melakukan
pemeriksaan rutin, ia bekata: “mas.. sebentar lagi kita cabut giginya ya,
katanya santai sambil tersenyum lebar, dan
ini kali pertama aku merasa senyumannya yang terasa manis itu menjadi
begitu hambar, bagaimana tidak?tepat disampingnya setumpukan perkakas
“mengerikan” sudah menanti. Berbagai peralatan logam yang telah diseterilkan
tampak seperti obeng, tang, rangkaian mata bor, dan perlatan lainnya membuatku
merasa ngilu.
Tapi seperti orang terlatih ia mengajaku ngobrol tentang ini
itu dan berhasil membuat perhatianku teralihkan. Tak lama kemudian ia menyetel
posisi tempatku berbaring senyaman mungkin baginya dan senyaman mungikin
bagiku. “ia mas, buka mulutnya ya.. pintanya, kemudian ia sibuk mengamati
gigiku dan mulutku dan mulai sibuk dengan peralatan bornya. Entah dengan pasien
lain, tapi buatku seorang pria normal, seringkali aku mencuri kesempatan memandangi wajah dan matanya
yang teduhitu, sementara ia sibuk dengan gigiku.. hei, aku normal kawan! Tapi
kalini semua berbeda, aku berusaha menutup mata sepanjang proses berlangsung.
“mas.. sebentar akan disuntik bius yah?! katanya sesaat aku
membuka mata, engg.. aku sedikit gugup. Enggak sakit kok mas, paling agak
berasa digigit semut plus ngilu dikit katanya menenangkanku. Nah ntar habis itu
kita tunggu dikit sampai gusinya berasa kebal, baru deh habis itu kita cabut
giginya, lanjutnya dengan wajah yang sangat tenang. Tapi entar pas dicabut
sakit enggak mba? Tanyaku ragu. Enggak kook, katanya optimis. Ooh..trus
disuntik pake jarum ya?! (pertanyaan bodoh) ”ia pake jarum. Jarumnya mana?
Kataku terlihat semakin bodoh dan sedikit cemas. Engg.. ia sedikit ragu sambil
berpikir, kemudian.. ini! Ia mengelurakan sebuah jarum suntik yang entah dari
tadi dia sembunyikan dimana. Sebuah pertanyaan yang membuatku menyesal
sejadi-jadinya. Sadar aku semakin cemas ia kemudian kembali menenangkanku.
Selebihnya... Gelap!
Ya Gelap! Tapi maksudku aku tidak pingsan, cuman memang sisa
prosesnya aku menutup mata, pertama-tama ia mengolesi sejenis krim atau balsam
bercita rasa stroberi ke area gusi yang giginya akan dicabut, kemuadian ketika
mulai terasa kebal baru ia melakukan penyuntikan ke area gusi! Dan ia memang
tidak bohong, karena terbukti prosesnya tidak sakit, cuman sensasi ngilunya
memang agak terasa. Setidaknya mata jarum diputar ketiga atau empat arah, baru
kemudian proses penyuntikan selesai. “gimana enggak sakit kan? Katanya terseyum
, aku cuman mengangguk sambil tetap berusaha menenangkan diri.
Gimana? Udah kebal belum mas? Tanyanya beberapa menit
kemudian, dan walaupun ternyata sudah kebal, aku menggeleng demi mendapatkan
jeda waktu dalam menenangkan diri. Setelah merasa cukup percaya diri, “ia nih
mbak udah kebal kataku. Dan proses pun berlanjut, aku menutup mata dan ia sibuk
dengan beberapa peralatan metal steril yang “mengerikan” itu, sesekali ia
mengajak ku ngobrol tentang ini itu, semata-mata demi mengalihkan konsentrasiku.
Daan.. “Udah mas, giginya udah dicabut tuh katanya! Sebuah kalimat yang sangat
indah! Masih dalam kondisi mulut terbuka dan merasa kurang yakin, aku mengangkat
tangan dan mengacungkan Jempol!
Ia, aku memberinya jempol, ya jempol untuk sebuah rasa
penasaran bagaimana mungkin proses yang terlihat menyeramkan itu bisa la
lakukan tanpa rasa sakit? Kemudian setelah mengatur tempatku berbaring menjadi
posisi duduk, ia memberiku beberapa kapas yang telah diberi obat-obatan,
digigit ya mas ke arah gusi yang tadi, tak lama ia kemudian memeriksa gusiku
dan sekali lagi memberi kapas pengganti. “Oke mas.. udah selesai cabut giginya,
nanti kita ada jeda dulu ya, baru prosesnya kita lanjutkan, kemudian mengajakku
ke apotek yang terdapat di kampus itu.
Tidak menunggu lama ia keluar
dari apotek. Yang ini antibiotik ya mas, diminum tiga kali sehari sebelum makan, ingat ya.. sebelum makan! Ia menegaskan.
Kalau yang ini penawar rasa sakit, ini diminum kalau merasa sakit aja mas,
kalau udah enggak sakit enggak usah diminum lagi, jelasnya sambil menemaniku keluar komplek itu.
Nanti kalau ada apa-apa atau keluhan, mas sms aja, proses selanjutnya kita tunggu
sampai luka gusinya pulih. Mungkin itulah proses pengobatan yang paling
menyeramkan, selebihnya treatmentnya terlihat biasa saja dan tidak menakutkan
lagi, terlebih saya menjadi cukup terbiasa dengan suasananya, terbiasa
mendengar desing bor, jarum suntik dan
jarum-jarumlainnya. Begitulah treatment demi treatment kami lalui.
Biasanya kami mengadakan
pertemuan sekali seminggu, kalau tidak selasa ya kamis, bisa siang bisa sore,
terkadang aku mencocokan jam kerjaku dengan jadualnya, terkadang sebaliknya. Lama
pertemuanpun sangat bergantung treatment apa yang akan dilakukan. Pemeriksaan
rutin biasanya hanya memakan waktu satu jam saja, tapi kalau treatmentnya agak
berat tidak jarang sampai berjam-jam. Dan
Biasa.. sebagai lelaki normal akupun dibuat penasaran. tak urung jua aku
mencari informasi tentang dokter koas yang satu ini. Dan trimakasih untuk
facebook yang telah membuka peluang tersebut. Setelah invite friendsku di
approve, aku langsung menuju menu about, ya about! laman informasi pribadi
seseorang. disana terpampang jelas pada status nya :In Relationship.
Kau tau artinya apa, itu artinya
aku tidak bisa macam-macam. Cukup satu macam saja, yaitu PASIEN! Ha ha ha ha..
jadi tidak heran walaupun berhubungan dekat, ia maksudku dekat secara harafiah!
Karena memang faktanya ia bekerja pada
gigi dan mulutku, aku belum pernah melakukan tindakan aneh-aneh.. engg sejenis,
sms aneh-aneh, telpon aneh-aneh.. dan ya segala kenaehan lain yang biasanya aku
lakukan dan tujukan pada gadis yang aku sukai.. seperti yang aku lakukan pada
#putribungsupakBambang ha ha ha.. Akhir kata, thanks dokter Inka, dokter gigi
jempolan yang rapi telaten dan menenangkan, kelak setelah lulus dan menyandang
dokter gigi “beneran” saya percaya dokter koas yang satu ini bakal BERJAYA
dalam profesinya. “Dokter Inka.. recomended bangetlah!
-end-
By:@matondank
Komentar
Posting Komentar